Minggu, 13 Mei 2012

Berbagai usaha untuk memberdayakan guru


Berbagai usaha untuk memberdayakan guru
Untuk mewujudkan profil guru yang diinginkan pada abad mendatang, berbagai usaha perlu dilakukan. Menyimak hasil analisis profil guru pada saat ini (Wardani, 1998), tampaknya ciri-ciri keprofesionalan guru masih belum banyak terwujud. Berbagai hasil penelitian (Jiyono, 1992; Nielson, D., dkk, 1996; Nasoetion, 1996; &Wardani, 1996) menunjukkan bahwa kinerja guru masih belum sesuai dengan harapan, baik dalam hal penguasaan materi ajaran maupun dalam pengelolaan pembelajaran. Proses belajar mengajar yang masih banyak didominasi guru, kurangnya kemampuan dan kesadaran guru untuk memfasilitasi dan menumbuhkan dampak pengiring, menyebabkan siswa lebih banyak bergulat dengan bahan hapalan daripada mempertanyakan, memprediksi, atau memecahkan masalah. Citra guru yang masih rendah menyebabkan pekerjaan sebagai guru bukan merupakan pilihan utama, sehingga yang ingin menjadi guru, sebagian besar bukan putra terbaik bangsa. Kondisi ini didukung oleh sangat rendahnya kesejahteraan guru, sehingga guru tidak mampu memfokuskan perhatian pada tugas-tugasnya karena harus mencari pekerjaan sambilan untuk menghidupi keluarga.
Bertitik tolak dari kondisi tersebut, usaha untuk memberdayakan guru haruslah mencakup dua aspek, yaitu aspek yang terkait dengan kemampuan dan aspek yang terkait dengan kesejahteraan guru. Kedua aspek ini harus mendapat penanganan yang proporsional dan memadai, sebab kalau terjadi ketimpangan, profil guru yang dikehendaki juga tidak mungkin terwujud. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru, seperti adanya Pemantapan Kerja Guru (PKG) yang kemudian menjadi Musyawarah Guru Bidang Studi (MGBS), penataran/pelatihan berkala, serta pemberian kesempatan untuk melanjutkan studi, (misalnya yang terjadi secara besar-besaran untuk meningkatkan kualifikasi guru SD dan guru SUP).
Demikian pula upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru telah pernah dilakukan meskipun secara terbatas, misalnya dengan pemberian tunjangan fugsional guru serta pemberian insentif bagi guru daerah terpencil. Namun, tampaknya usaha tersebut belum menunjukkan hasil yang memadai karena pengamatan lapangan serta hasil-hasil penelitian masih menunjukkan adanya kinerja guru yang di bawah standar dan mutu lulusan SD, SLTP, SLTA yang masih dipertanyakan. Oleh karena itu, haruslah dicari upaya yang mampu mengatasi kelemnahan yang terjadi. Beberapa upaya yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut.
Pertama, memperbaiki sistem rekrutmen calon guru, sehingga dapat dijaring calon guru yang memang benar-benar berminat dan mampu menjadi guru. Dalam hal ini, ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN) khusus untuk calon mahasiswa yang ingin menjadi guru harus disertai dengan tes minat dan penampilan. Di samping itu, asal daerah calon guru juga harus dijadikan salah satu pertimbangan dalam penerimaan mahasiswa, sehingga daerah-daerah yang memang memerlukan tambahan guru mendapat prioritas dalam penerimaan calon mahasiswa.
Kedua, meningkatkan kemampuan dan minat membaca guru dan calon guru, dapat dilakukan dengan memberi tugas-tugas membaca yang disertai tagihan yang jelas bagi calon guru dan para guru yang sedang mengikuti pelatihan. Di samping itu, penerbitan jurnal, pengembangan perpustakaan sekolah dengan buku-buku yang mutakhir dan menarik, serta perlombaan menulis bagi para guru perlu digalakkan sehingga guru tertarik untuk membaca. Pengumpulan buku bekas dari para dermawan dapat dilakukan untuk mengisi perpustakaan. Jika minat membaca guru sudah meningkat, diharapkan kemampuannya juga akan meningkat, sehingga berdampak positif bagi penguasaan materi ajaran.
Ketiga, membudayakan diskusi ilmiah bagi para guru dan calon guru. Para calon guru secara berkala diwajibkan untuk melaksanakan diskusi ilmiah/seminar topik-topik yang menarik perhatiannya, terutarna topik-topik yang paling mutakhir yang berkaitan dengan mata kuliah tertentu. Para guru dapat didorong metakukan diskusi ilmiah secara berkala pula, misalnya setiap bulan atau menjelang peristiwa tertentu seperti Hari Pendidikan Nasional, Hari Kemerdekaan, Sumpah Pemuda, dan Hari Anak-anak. Topik diskusi dapat dikaitkan dengan peristiwa yang sedang berlangsung atau topik-topik yang berkaitan dengan pembelajaran/masalah yang dihadapi guru dalam melaksanakan tugasnya. Dalam kaitan ini, lomba menulis artikel dapat mendukung berlangsungnya diskusi ilmiah, dengan cara meminta pemenang menyajikan artikelnya. Upaya ini akan mempunyai nilai tambah karena, wawasan guru akan berkembang, di samping mereka juga akan mendapat kredit untuk kenaikan jabatan.
Keempat, menyajikan model, baik bagi calon guru maupun bagi para guru. Model merupakan media yang sangat efektif untuk menanamkan. keterampilan serta nilai dan sikap, baik bagi anak-anak maupun bagi orang dewasa. De Porter & Hernacki (1999) juga menyebutkan bahwa model memegang peran penting dalam. pembentukan perilaku dan kepribadian seseorang. Mengelola pembelajaran menuntut berbagai keterampilan yang harus ditampilkan guru ketika mengajar. Namun, sering sekali terjadi guru tidak menguasai keterampilan tersebut karena ketika berada, di bangku pendidikan guru, mereka tidak mendapat latihan yang memadai, di samping mungkin tidak pernah menyaksikan pemodelan keterampilan tersebut. Oleh karena itu, berbagai strategi mengajar yang mampu membuat siswa belajar aktif dan menumbuhkan dampak pengiring di samping dampak instruksional perlu dimodelkan oleh dosen, tutor, dan pelatih/penatar. Selain itu, hubungan kolegial yang akrab, sehat dan saling menghargai akan dapat dikembangkan oleh guru, jika dosen, tutor, dan penatar mampu memodelkannya. Penyajian model hendaknya, disertai dengan latihan yang memadai karena penguasaan keterampilan hanya dapat dilakukan melalui latihan.
Kelima, mendorong guru untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas (Action Research), yang sudah mulai digalakkan oleh lembaga pendidikan guru. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tampaknya merupakan sesuatu yang menjanjikan dalam usaha pemberdayaan guru karena merupakan "self reflective inquiry" (Stephen Kemmis, dalam. Hopkins, D., 1993 dan McNiff, J., 1992) yang dilakukan guru di dalam kelas untuk memperbaiki praktik pembelajaran serta meningkatkan pemahaman guru terhadap praktik tersebut. Berbeda dengan praktik pembelajaran sehari-hari yang dilakukan guru, PTK mendorong guru mengenal/menyadari masalah yang dihadapinya, kemudian merencanakan upaya untuk mengatasinya. Upaya tersebut dilakukan secara eksplisit dan sistematis yang mengacu kepada kaidah-kaidah penelitian (Raka Joni, 1998). Inilah yang mencirikan PTK sebagai "systematic inquiry made public". Jika PTK diarahkan dan dikerjakan dengan benar, ia akan mampu mendorong guru terlibat secara aktif dalam pembelajaran yang dikelolanya, di samping mampu mendorong guru menempatkan diri sebagai peneliti di kelasnya sendiri.
Keenam, membenahi program penataran/pelatihan guru dengan cara memfokuskan pada kebutuhan guru serta menghindari ketumpangtindihan. Untuk membuat guru mampu menghadapi tantangan abad 21, penataran/pelatihan guru harus difokuskan pada kebutuhan guru, yang berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pengamatan informal berkisar pada dua aspek yaitu penguasaan materi ajaran dan mengelola interaksi di dalam kelas. Di samping itu, program penataran/pelatihan juga harus memberi kesempatan kepada guru untuk berlatih memecahkan masalah/menanggulangi situasi, yang semuanya ini dapat dikaitkan dengan mengelola interaksi di dalam kelas. Dalam hal ini, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat dilatihkan sebagai wahana untuk mengenal masalah serta merencanakan pemecahannya melalui berbagai langkah. Agar penataran guru tidak tumpang tindih, berbagai instansi yang menyelenggarakan penataran perlu melakukan koordinasi sehingga kemubaziran dari segi dana dan daya dapat dihindari.
Dari segi kesejahteraan guru, yang dalam hal ini sangat berkaitan erat dengan sistem imbalan yang membetahkan, ada beberapa hal yang dapat diusahakan. Pertama, hentikan segala pungutan liar yang sering dikenakan kepada guru, sehingga gaji guru yang sudah kecil tidak bertambah kecil lagi. Kedua, sudah saatnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan meninjau ulang tunjangan fungsional bagi guru, meskipun keadaan ekonomi negara sedang dalam krisis. Kenaikan tunjangan fungsional diharapkan dapat memacu guru untuk memfokuskan diri pada tugas-tugasnya, sehingga layanan yang diberikannya menjadi semakin handal dan aman. Ketiga, memberi penghargaan kepada guru yang berprestasi, yang didasarkan pada penilaian masyarakat dan siswa, yang dapat dilakukan di tingkat kabupaten dan propinsi secara. berkala. Penghargaan ini diharapkan dapat meningkatkan citra guru di mata masyarakat. Keempat, untuk meningkatkan citra, tampaknya HARI GURU yang selama ini dirayakan setiap tanggal 25 November, perlu diberi makna yang lebih khusus, agar gemanya dapat menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Kegiatan yang digelar akan lebih bermakna jika diisi dengan hal-hal yang mampu meningkatkan citra guru, seperti memamerkan karya-karya siswa yang berprestasi dalam Lomba Karya Ilmiah Remaja, memamerkan hasil karya guru yang berprestasi, mengadakan gelar wicara antar guru di televisi, atau menyelenggarakan bakti sosial yang berkaitan dengan tugas guru. Dengan usaha-usaha tersebut diharapkan pilar kedua profesionalisme, yaitu pengakuan dan penghargaan dari masyarakat, dapat terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar