Berbagai usaha untuk memberdayakan guru
Untuk
mewujudkan profil guru yang diinginkan pada abad mendatang, berbagai usaha
perlu dilakukan. Menyimak hasil analisis profil guru pada saat ini (Wardani,
1998), tampaknya ciri-ciri keprofesionalan guru masih belum banyak terwujud.
Berbagai hasil penelitian (Jiyono, 1992; Nielson, D., dkk, 1996; Nasoetion,
1996; &Wardani, 1996) menunjukkan bahwa kinerja guru masih belum sesuai
dengan harapan, baik dalam hal penguasaan materi ajaran maupun dalam pengelolaan
pembelajaran. Proses belajar mengajar yang masih banyak didominasi guru,
kurangnya kemampuan dan kesadaran guru untuk memfasilitasi dan menumbuhkan
dampak pengiring, menyebabkan siswa lebih banyak bergulat dengan bahan hapalan
daripada mempertanyakan, memprediksi, atau memecahkan masalah. Citra guru yang
masih rendah menyebabkan pekerjaan sebagai guru bukan merupakan pilihan utama,
sehingga yang ingin menjadi guru, sebagian besar bukan putra terbaik bangsa.
Kondisi ini didukung oleh sangat rendahnya kesejahteraan guru, sehingga guru
tidak mampu memfokuskan perhatian pada tugas-tugasnya karena harus mencari
pekerjaan sambilan untuk menghidupi keluarga.
Bertitik
tolak dari kondisi tersebut, usaha untuk memberdayakan guru haruslah mencakup
dua aspek, yaitu aspek yang terkait dengan kemampuan dan aspek yang terkait
dengan kesejahteraan guru. Kedua aspek ini harus mendapat penanganan yang
proporsional dan memadai, sebab kalau terjadi ketimpangan, profil guru yang
dikehendaki juga tidak mungkin terwujud. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan profesional guru, seperti adanya Pemantapan Kerja Guru
(PKG) yang kemudian menjadi Musyawarah Guru Bidang Studi (MGBS),
penataran/pelatihan berkala, serta pemberian kesempatan untuk melanjutkan studi,
(misalnya yang terjadi secara besar-besaran untuk meningkatkan kualifikasi guru
SD dan guru SUP).
Demikian
pula upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru telah pernah dilakukan
meskipun secara terbatas, misalnya dengan pemberian tunjangan fugsional guru
serta pemberian insentif bagi guru daerah terpencil. Namun, tampaknya usaha
tersebut belum menunjukkan hasil yang memadai karena pengamatan lapangan serta
hasil-hasil penelitian masih menunjukkan adanya kinerja guru yang di bawah
standar dan mutu lulusan SD, SLTP, SLTA yang masih dipertanyakan. Oleh karena
itu, haruslah dicari upaya yang mampu mengatasi kelemnahan yang terjadi.
Beberapa upaya yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut.
Pertama, memperbaiki sistem
rekrutmen calon guru, sehingga dapat dijaring calon guru yang memang
benar-benar berminat dan mampu menjadi guru. Dalam hal ini, ujian masuk
perguruan tinggi negeri (UMPTN) khusus untuk calon mahasiswa yang ingin menjadi
guru harus disertai dengan tes minat dan penampilan. Di samping itu, asal
daerah calon guru juga harus dijadikan salah satu pertimbangan dalam penerimaan
mahasiswa, sehingga daerah-daerah yang memang memerlukan tambahan guru mendapat
prioritas dalam penerimaan calon mahasiswa.
Kedua, meningkatkan kemampuan
dan minat membaca guru dan calon guru, dapat dilakukan dengan memberi
tugas-tugas membaca yang disertai tagihan yang jelas bagi calon guru dan para
guru yang sedang mengikuti pelatihan. Di samping itu, penerbitan jurnal,
pengembangan perpustakaan sekolah dengan buku-buku yang mutakhir dan menarik,
serta perlombaan menulis bagi para guru perlu digalakkan sehingga guru tertarik
untuk membaca. Pengumpulan buku bekas dari para dermawan dapat dilakukan untuk
mengisi perpustakaan. Jika minat membaca guru sudah meningkat, diharapkan
kemampuannya juga akan meningkat, sehingga berdampak positif bagi penguasaan
materi ajaran.
Ketiga, membudayakan diskusi
ilmiah bagi para guru dan calon guru. Para calon guru secara berkala diwajibkan
untuk melaksanakan diskusi ilmiah/seminar topik-topik yang menarik
perhatiannya, terutarna topik-topik yang paling mutakhir yang berkaitan dengan
mata kuliah tertentu. Para guru dapat didorong metakukan diskusi ilmiah secara
berkala pula, misalnya setiap bulan atau menjelang peristiwa tertentu seperti
Hari Pendidikan Nasional, Hari Kemerdekaan, Sumpah Pemuda, dan Hari Anak-anak.
Topik diskusi dapat dikaitkan dengan peristiwa yang sedang berlangsung atau
topik-topik yang berkaitan dengan pembelajaran/masalah yang dihadapi guru dalam
melaksanakan tugasnya. Dalam kaitan ini, lomba menulis artikel dapat mendukung
berlangsungnya diskusi ilmiah, dengan cara meminta pemenang menyajikan
artikelnya. Upaya ini akan mempunyai nilai tambah karena, wawasan guru akan
berkembang, di samping mereka juga akan mendapat kredit untuk kenaikan jabatan.
Keempat, menyajikan model, baik
bagi calon guru maupun bagi para guru. Model merupakan media yang sangat
efektif untuk menanamkan. keterampilan serta nilai dan sikap, baik bagi
anak-anak maupun bagi orang dewasa. De Porter & Hernacki (1999) juga
menyebutkan bahwa model memegang peran penting dalam. pembentukan perilaku dan
kepribadian seseorang. Mengelola pembelajaran menuntut berbagai keterampilan
yang harus ditampilkan guru ketika mengajar. Namun, sering sekali terjadi guru
tidak menguasai keterampilan tersebut karena ketika berada, di bangku
pendidikan guru, mereka tidak mendapat latihan yang memadai, di samping mungkin
tidak pernah menyaksikan pemodelan keterampilan tersebut. Oleh karena itu,
berbagai strategi mengajar yang mampu membuat siswa belajar aktif dan
menumbuhkan dampak pengiring di samping dampak instruksional perlu dimodelkan
oleh dosen, tutor, dan pelatih/penatar. Selain itu, hubungan kolegial yang
akrab, sehat dan saling menghargai akan dapat dikembangkan oleh guru, jika
dosen, tutor, dan penatar mampu memodelkannya. Penyajian model hendaknya,
disertai dengan latihan yang memadai karena penguasaan keterampilan hanya dapat
dilakukan melalui latihan.
Kelima, mendorong guru untuk
melakukan Penelitian Tindakan Kelas (Action Research), yang sudah mulai
digalakkan oleh lembaga pendidikan guru. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
tampaknya merupakan sesuatu yang menjanjikan dalam usaha pemberdayaan guru
karena merupakan "self reflective inquiry" (Stephen Kemmis,
dalam. Hopkins, D., 1993 dan McNiff, J., 1992) yang dilakukan guru di dalam
kelas untuk memperbaiki praktik pembelajaran serta meningkatkan pemahaman guru
terhadap praktik tersebut. Berbeda dengan praktik pembelajaran sehari-hari yang
dilakukan guru, PTK mendorong guru mengenal/menyadari masalah yang dihadapinya,
kemudian merencanakan upaya untuk mengatasinya. Upaya tersebut dilakukan secara
eksplisit dan sistematis yang mengacu kepada kaidah-kaidah penelitian (Raka
Joni, 1998). Inilah yang mencirikan PTK sebagai "systematic inquiry
made public". Jika PTK diarahkan dan dikerjakan dengan benar, ia akan
mampu mendorong guru terlibat secara aktif dalam pembelajaran yang dikelolanya,
di samping mampu mendorong guru menempatkan diri sebagai peneliti di kelasnya
sendiri.
Keenam, membenahi program
penataran/pelatihan guru dengan cara memfokuskan pada kebutuhan guru serta
menghindari ketumpangtindihan. Untuk membuat guru mampu menghadapi tantangan
abad 21, penataran/pelatihan guru harus difokuskan pada kebutuhan guru, yang
berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pengamatan informal berkisar pada dua
aspek yaitu penguasaan materi ajaran dan mengelola interaksi di dalam kelas. Di
samping itu, program penataran/pelatihan juga harus memberi kesempatan kepada
guru untuk berlatih memecahkan masalah/menanggulangi situasi, yang semuanya ini
dapat dikaitkan dengan mengelola interaksi di dalam kelas. Dalam hal ini,
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat dilatihkan sebagai wahana untuk mengenal
masalah serta merencanakan pemecahannya melalui berbagai langkah. Agar
penataran guru tidak tumpang tindih, berbagai instansi yang menyelenggarakan
penataran perlu melakukan koordinasi sehingga kemubaziran dari segi dana dan
daya dapat dihindari.
Dari
segi kesejahteraan guru, yang dalam hal ini sangat berkaitan erat dengan sistem
imbalan yang membetahkan, ada beberapa hal yang dapat diusahakan. Pertama,
hentikan segala pungutan liar yang sering dikenakan kepada guru, sehingga gaji
guru yang sudah kecil tidak bertambah kecil lagi. Kedua, sudah saatnya
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan meninjau ulang tunjangan fungsional bagi
guru, meskipun keadaan ekonomi negara sedang dalam krisis. Kenaikan tunjangan
fungsional diharapkan dapat memacu guru untuk memfokuskan diri pada
tugas-tugasnya, sehingga layanan yang diberikannya menjadi semakin handal dan
aman. Ketiga, memberi penghargaan kepada guru yang berprestasi, yang didasarkan
pada penilaian masyarakat dan siswa, yang dapat dilakukan di tingkat kabupaten
dan propinsi secara. berkala. Penghargaan ini diharapkan dapat meningkatkan
citra guru di mata masyarakat. Keempat, untuk meningkatkan citra, tampaknya HARI
GURU
yang selama ini dirayakan setiap tanggal 25 November, perlu diberi makna yang
lebih khusus, agar gemanya dapat menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Kegiatan
yang digelar akan lebih bermakna jika diisi dengan hal-hal yang mampu
meningkatkan citra guru, seperti memamerkan karya-karya siswa yang berprestasi
dalam Lomba Karya Ilmiah Remaja, memamerkan hasil karya guru yang berprestasi,
mengadakan gelar wicara antar guru di televisi, atau menyelenggarakan bakti
sosial yang berkaitan dengan tugas guru. Dengan usaha-usaha tersebut diharapkan
pilar kedua profesionalisme, yaitu pengakuan dan penghargaan dari masyarakat,
dapat terwujud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar